Mengedepankan kecerdasan emosi kita dalam bisnis itu
adalah hal yang mutlak. Mengapa kecerdasan emosional seorang
entrepreneur juga saya ungkap dalam buku ini? Itu karena, saya sendiri ikut
merasakan, bahwa kesuksesan bisnis memang sangat berkait langsung dengan kecerdasan
emosi entrepreneur. Maka, tak ada salahnya kalau faktor kecerdasan emosional
itu perlu kita kedepankan. Bahkan, itu mutlak kita miliki. Hal itu, saya pikir
juga merupakan langkah tepat di dalam setiap kita ingin meraih keberhasilan
bisnis, juga dalam kehidupan sehari-hari.
Orang yang pertama mengenalkan kecerdasan emosional adalah
Daniel Goleman. Dalam bukunya “Emotional Intelligence” atau EQ, ia
mengungkapkan, bahwa ada 5 wilayah kecerdasan emosi yaitu: mengenali
emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenal emosi orang
lain, dan membina hubungan. Artinya, jika kita memang mampu memahami, dan
melaksanakan kelima wilayah utama kecerdasan emosi tersebut, maka semua perjalanan
bisnis apapun yang kita lakukan akan lebih berpeluang berjalan mulus.
Harus dipahami, bahwa ada perbedaan antara kecerdasan
emosional dengan kecerdasan intelektual (IQ). Goleman mengungkapkan,
bahwa kecerdasan intelektual itu sesungguhnya merupakan keturunan seseorang
yang tidak dapat dirubah, karena pembawaan sejak lahir. Sedangkan kecerdasan
emosional tidak demikian. Saya sendiri sependapat dengan Goleman, yang akhirnya
menyimpulkan, bahwa kecerdasan emosional adalah merupakan jembatan
antara apa yang kita ketahui, dan apa yang kita lakukan. Dengan semakin tinggi
kecerdasan emosional, kita akan semakin terampil melakukan apa pun yang kita
ketahui benar.
Saya yakin, entrepreneur yang memiliki kecerdasan emosional optimal, akanl ebih berpeluang mencapai puncak keberhasilannya. Sosok semacam ini sangat kita perlukan guna membangun masyarakat entrepreneur Indonesia. Entrepreneur yang memiliki kecerdasan emosional optimal, akan tetap menganggap, bahwa krisis itu adalah sebuah peluang.
Itulah sebabnya mengapa entrepreneur itu harus tetap jeli
dalam memanfaatkan emosinya. Sebaliknya, jika seseorang secara intelektual
cerdas, kerap kali justru bukanlah seorang entrepreneur yang
berhasil dalam bisnis dan kehidupan pribadinya. Dia harus yakin, bahwa di dalam
dunia bisnis saat ini maupun di masa mendatang, kecerdasan emosional
akan lebih tetap berperan.
Maka dengan memiliki kecerdasan emosional yang optimal, akan lebih bisa mentransformasikan situasi sulit. Bahkan, kita juga semakin peka akan adanya peluang entrepreneur dalam situasi apapun. Kalau kita memiliki kecerdasan emosional yang optimal, saya yakin akan mampu mengatasi berbagai konflik.
Orang yang benar-benar mengoptimalkan EQ, akan lebih jeli
dalam melihat sebuah peluang. Ia akan lebih cekatan dalam bertindak dan lebih
punya inisiatif. Atau, ia pun akan lebih siap dalam melakukan negosiasi bisnis.
Lebih mampu melakukan langkah strategi bisnisnya, memiliki kepekaan, daya
cipta, dan komitmen yang tinggi. Bahkan, ada pakar yang mengungkapkan, bahwa
keberhasilan seseorang dalam bidang bisnis, 80% ditentukan oleh kecerdasan
emosionalnya.
Banyak orang yang sukses menjadi entrepreneur meski nilai akademisnya sedang-sedang saja. Hal ini disebabkan, mereka yang lulus dengan nilai sedang itu sebagian besar memiliki kecerdasan emosional optimal. Lantaran kecerdasan emosional optimal yang inilah yang justru mendorongnya untuk menjadi entrepreneur yang kreatif. Contohnya adalah Bill Gates, seorang super milyader di Amerika Serikat. Dia adalah pemilik perusahaan perangkat lunak Mirosoft. Saat ini Bill Gates kuliah di Harvard Bussines School, ia merasa tidak mendapat pengetahuan apa-apa. Akhirnya ia putuskan berhenti kuliah. Namun meskipun drop-out dari Harvard, Bill dikenal sebagai penyumbang dana terbesar bagi univeritasnya.
Hal yang sama juga terjadi pada Steven K. Scout. saat ini
dia dikenal sebagai milyarder di Amerika Serikat. Ketika masih di sekolah, Steven
tidak pintar. Dia tidak populer di sekolahnya. Namun, sekarang Steven berhasil
menjadi pengusaha yang bergerak di bidang bisnis pemasaran nomor
satu di Amerika Serikat.
Saya yakin, entrepreneur itu memang perlu
kecerdasan emosional yang optimal. Nilai akademis saat studi tidak harus
tinggi. Sulit bagi seseorang untuk menjadi entrepreneur, meski memiliki
kecerdasan intelektual tinggi, tetapi kecerdasan emosionalnya rendah.
Lantas, apakah Anda ingin memiliki kecerdasan emosional yang optimal? Itu bisa
dipelajari, dilatih, dan bisa dikembangkan. Karena semuanya itu proses yang
membutuhkan waktu, ketekunan, dan semangat tinggi. Berani mencoba.