Miming
Pandai mengelola hutang baiknya sehingga omset perusahaannya mencapai
puluhan miliar hanya dalam waktu dua tahun. Bagaimana?
Perasaan
apa yang dialami oleh seseorang ketika ber hutang pada bank? Malukah
atau merasa khawatir tidak mampu membayar angsuran?. "Kedua perasaan
itu pernah saya alami dua setengah tahun yang lalu," kenang Miming
Pangarah, pemilik perusahaan percetakan asal Bandung ,
Indoprint. "Bila sekarang, berapa pun besarnya jumlah hutang yang di
tawarkan pasti saya akan ambil," tukasnya. Pada tahun 2002 Miming
hanyalah pengusaha biasa dan belum dikenal sukses seperti sekarang.
Baru
setelah dia mendapatkan berkah dari 'bermain hutang bank' namanya
berkibar khususnya di kalangan komunitas Entreprenur University (EU).
"Saya belajar bagaimana caranya agar uang dapat bekerja untuk kita,"
ungkapnya. "Sebelum ini, saya hanya mempunyai hutang sekian puluh juta,
dan pada waktu itu saya hanya berfikir bagaimana caranya agar hutang
saya lunas. Saya berbuat bagaimana menutupi hutang, ternyata itu adalah
cara yang salah!" katanya.
Belajar
dari pentolan EU, yakni Purdi E Chandra, ia baru paham di dalam
menjalankan bisnis yang lebih tepat adalah bukan berusaha bagaimana
agar hutang-hutang menjadi lunas, tetapi sebaliknya adalah bagaimana
agar bisa mendapatkan hutang lebih besar dari utang tersebut. Maka
ketika dia hanya memiliki hutang kecil, ia mengaku mesti bekerja
menjaga toko mati-matian agar bisa menutup tanggungan angsuran bulanan.
"Kebalikan dengan sekarang, besarnya bunga yang harus saya bayar per
bulan kepada bank kira-kira Rp 60 juta, tetapi bukan saya yang
membayar, karena keuntungan bisnis yang berjalan itulah yang menutup
sendiri," paparnya. Logikanya sederhana. Hitungan kasar bunga bank
adalah sekitar 1,5% besarnya tiap bulan. Sedangkan profit yang
didapatkan dari bisnis paling tidak adalah 5% dan bisa lebih. Dari situ
besar bunga yang mesti ditanggung sudah tertutup masih ditambah sisa
keuntungannya. Meski selisih hanya 3,5% itu sudah cukup besar bila
dikalikan dengan jumlah hutang sebesar Rp 500 juta, misalnya.
Mengenai
resiko kredit macet karena bisnis yang tidak bisa jalan atau merugi
Miming menepis bahwa kemungkinan itu kecil terjadi asalkan pengusaha
disiplin dalam mengelola manajemen keuangan. Prinsip yang harus
dipegang bahwa menggunakan kuncuran kredit untuk keperluan konsumtif
adalah tabu dilakukan. Ia mewanti-wanti bila orang sudah mulai berani
menggunakan sekian ribu uang dari bank untuk di luar kepentingan
bisnis, maka hal sembrono itu akan terus terulang dalam jumlah yang
makin membesar. "Saya pastikan bahwa dia akan bangkrut," ancamnya.
Miming membenarkan bahwa masalah yang kerap dihadapi oleh pelaku usaha
tingkat UKM ketika berhubungan dengan bank adalah tidak bisa meyakinkan
pihak pemberi utang. Maka sejak awal hendak mengajukan keredit ia telah
menerapkan pembukuan yang mengikuti standar berikut neraca dan rekening
koran. "Laporan ke uangan kita buat bagus sehingga bank percaya sama
kita," ujarnya. Soal agunan? Bukan masalah, karena aset yang di miliki
itulah yang diagunkan, "Sehingga resiko tidak ada, karena paling-paling
ruko saya yang diambil," ucapnya enteng.
Saat ini ia mengaku sudah mempunyai lima
buah ruko dan sedang membangun pabrik percetakan sendiri, di samping
membuka usaha yang lain yaitu beberapa buah salon yang di waralabakan,
BPR, usaha sablon, dan juga telah membeli franchise Primagama. Sehingga
total asset yang di miliki adalah sekitar Rp 7 miliar yang di capai
hanya dalam tempo 2,5 tahun. Sedangkan total kredit mencapai sekitar Rp
3,5 miliar besarnya. "Ketika dulu saya takut sama bank, omset bisnis
saya kira-kira cuma Rp 150 juta setahun, sekarang ketika saya berani
menggunakan hutang bank omset saya sudah di atas 10 miliar setahun,"
tuturnya mantap. Kredit dalam jumlah besar tentu saja tidak bisa
diharapkan dengan serta-merta. "Saya juga mulai dari jumlah kecil,"
ujarnya. Pertamakali mengajukan kredit senilai Rp 30 juta, kemudian
meningkat seiring dengan pertambahan aset yang di hasilkan dari kucuran
dana sebelumnya. "Maka perlu sekali untuk menjaga hubungan baik dengan
tidak membuat kesalahan dengan bank," imbuhnya. Meski jaringan usahanya
sudah mulai menggurita bukan berarti pembicara aktif EU tersebut mesti
sibuk mengurusi bisnis tiap hari. Sebaiknya dia leluasa menjalani
aktifitasnya berkeliling sebagai pembicara ke berbagai kota di seluruh
Indonesia baik di Jakarta, Cilegon, Bogor, Semarang, Yogyakarta,
Palembang, Padang, Denpasar dan lain-lain. "Saya adalah orang yang
paling dicari setelah Pak Purdi," katanya. Sedangkan urusan bisnis ia
telah mempercayaksan pada SDM yang menangani secara profesional. "Saya
menerapkan manajemen profesional termasuk untuk menggaji diri saya,"
tuturnya. Ia ingin meyakinkan bahwa kalau dengan apa yang dilakukannya
dia bisa melakukan loncatan seperti sekarang, tentu orang lain akan
bisa pula.
Saya
hanya ingin merubah pikiran banyak orang bahwa bisnis itu tidak mesti
memakai uang, yang penting butuh keberanian," tegasnya. Ditambahkan,
"Ketika seseorang sudah memiliki niat untuk berbisnis, pikirkan bisnis
jenis usahanya dan jalannya. Artinya tidak bisa hanya dengan
berangan-angan tetapi sambil diam saja."
Sumber : http://blocknotinspire.blogspot.com/2010/06/miming-pangarah-hutang-berlipat.html