Saat terjadi krisis, semua aset berpotensi jatuh. Baik itu
perlengkapan dan peralatan usaha, modal, ataupun saham perusahaan.
Namun, satu aset harus tetap tegak dan tidak boleh jatuh yaitu aset
manusia. Atas dasar prinsip itulah, Indrawan Nugroho nekat
keluar dari perusahaan tempatnya bekerja untuk membuat usaha baru.
Sebuah usaha untuk mengembangkan aset paling dasar dari sebuah usaha
yaitu manusia itu sendiri. Indra yakin, manusia perlu
pengembangan lebih dari sekadar edukasi yang telah didapatkannya
melalui lembaga pendidikan baik formal maupun nonformal. Manusia dalam
pikirannya perlu setiap saat mengembangkan diri. Dengan
pengembangan diri, manusia akan mampu berpikir serta memiliki ide baru
untuk meningkatkan kualitasnya secara individu maupun tempat dia
bekerja. Keyakinan kuat yang kemudian disampaikan Indra kepada Farid
Poniman, yang tidak lain merupakan atasan di tempat dia bekerja, untuk
membuat perusahaan pengembangan diri. Keduanya pun sepakat untuk
mendirikan perusahaan training dengan nama PT Kubik Kreasi Sisilain, di
akhir 1999, saat Indonesia tengah berusaha keluar dari krisis moneter
1997. "Kami meyakini kalau Indonesia mau keluar dan bertahan
serta berhasil dalam jangka panjang, jalan keluarnya melalui
pengembangan SDM," ujar Indra menggambarkan idealis yang dimiliki. Dia
meyakini, saat krisis melanda, sulit menghindarkan kejatuhan terhadap
aset-aset yang dimiliki. Krisis berpotensi menggerus aset dan
keuntungan perusahaan. Harga tanah, peralatan kerja, modal, dan saham
anjlok. Sementara likuiditas terhambat, segala sesuatu menjadi mahal. Namun,
satu hal yang menjadi kunci persoalan tersebut yaitu SDM yang dimiliki.
Dalam pikirannya, ketika aset manusia juga jatuh-baik itu semangat
ataupun mentalnya, perusahaan itu akan mati. "Atas dasar itu,
kita punya keinginan besar membantu perusahaan- perusahaan agar SDM-nya
jangan sampai jatuh. Dasar pemikiran itulah yang kami jadikan motivasi
untuk membangun Kubik Training," papar pria lulusan University of
Melbourne, Australia, yang mengambil jurusan Management and Industrial
Relations itu. Usaha itu pun kemudian dirintis. Dengan modal
awal sebesar Rp20 juta, yang merupakan hasil patungan 50:50 dengan
Farid. Tidak lama kemudian ternyata ada satu rekan Indra yang tertarik
akan gagasan usaha tersebut, masuk menjadi investor, dengan memberi
suntikan dana sebesar Rp50 juta plus hak penggunaan sebuah ruko di
daerah Cempaka Putih sebagai kantor selama dua tahun. Dengan
mempekerjakan lima karyawan, Indra dan Farid mulai menawarkan jasa
pengembangan diri mereka dari satu perusahaan ke perusahaan lain. "Itu
benar-benar dari nol. Kami tidak punya kenalan atau network, kami tidak
berafiliasi dengan perusahaan besar yang otomatis nanti bisa
mendatangkan proyek atau klien. Modal kami adalah idealis untuk bisa
mengembangkan SDM," katanya. Apa yang ditawarkan Kubik, menurut
Indra, bukan sekadar memberi motivasi kepada kliennya. Namun, pelatihan
yang diberikan adalah sebuah tuntunan, langkahlangkah sebaiknya diambil
untuk menjadi maju.Training yang diberikannya adalah sebuah soft skill,
pengembangan diri. Di mana ada berbagai macam soft skill yang
diajarkan untuk menghadapi berbagai kondisi masalah antara lain
personal mastery training, lalu leadership (kepemimpinan), ada challenge training untuk
yang mau naik jabatan, lalu ada juga pension preparation training bagi
mereka yang akan menghadapi masa pensiun, serta masih banyak lagi
lainnya. Namun, mengembangkan usaha tersebut ternyata tidak
mudah. Sebagai perusahaan kecil dan tidak ternama, tentu tidak mudah
menggaet klien, apalagi perusahaan- perusahaan besar. Tetapi,
Kubik memilih berjalan secara perlahan, dengan memupuk kepercayaan dari
bawah sembari menjaga kualitas yang diberikan. Tidak heran bila pada
awalnya Kubik mau bersusah payah memberikan pelayanan ekstra kepada
klien. Meskipun kala itu, klien yang dimiliki hanya perusahaan
kecil dan bayarannya pun tidak seberapa. Indra dan rekan-rekan bersedia
memberikan ekstra pelayanan, bukan hanya training, melainkan juga
memantau perkembangan hasil pelatihan yang dilakukan. Dari yang
awalnya perusahaan training kecil, dengan klien perusahaan kecil,
beranjak ke level baru. Rekomendasi-rekomendasi atas kepuasan klien
menjadi modal Kubik mendapatkan klien yang lebih besar. Apalagi,
pada 2005, Indra juga mengeluarkan ide-ide di pikirannya mengenai
pengembangan manusia dalam bentuk buku bertajuk Kubik Leadership. Buku
yang kala itu cukup laris sebagai bahan bacaan sekaligus masukan banyak
orang untuk mengembangkan dirinya menjadi lebih baik. Tahun lalu
buku kedua Indra mengenai pengembangan diri juga diluncurkan dengan
memilih tajuk “DNA Sukses Mulia”. Tidak heran bila sejak 2005 hingga
saat ini Kubik sudah dipandang banyak diperhitungkan perusahaan
ternama. “Klien kami saat ini adalah perusahaan-perusahaan besar.
Bahkan Fortune 100 Indonesia sudah menjadi klien kami saat ini,”
tuturnya. Saat ini Kubik sudah menjadi salah satu perusahaan
training di kelas premium. Nama-nama perusahaan besar seperti PT
Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom), PT Astra Internasional Tbk, PT
Pertamina Tbk (Persero), PT CIMB Niaga Tbk, PT Bank Mandiri, PT Bank
Central Asia, PT Bank Rakyat Indonesia, PT Holcim Indonesia Tbk, dan PT
Perusahaan Gas Negara Tbk sudah menjadi kliennya. Dari usaha
bermodal kecil, kini Kubik bisa meraih pendapatan ratusan juta hingga
belasan miliar per tahun. Kubik telah mengembangkan usahanya dengan
menambah jumlah karyawan saat ini menjadi 45 orang dengan kantor milik
sendiri di kawasan Tanjung Barat, Jakarta Selatan. Jumlah
karyawan serta kantor cabang yang diharapkan segera bertambah seiring
rencana ekspansi berikutnya. Jika sesuai rencana, penambahan kantor
cabang dapat terealisasi tahun ini. Kubik Training akan segera
memiliki perwakilan cabang di dua wilayah Indonesia yaitu Surabaya dan
Makassar. Pasar luar negeri pun sudah menjadi lahan berikutnya yang
dikerjakan. Selain itu, Kubik juga membidik pasar ritel dengan membuka
pelatihan bagi individu nonkorporasi. (juni triyanto)(Koran SI/Koran SI/ade)