Seorang entrepreneur harus mampu melihat peluang di depan mata,
menganalisa, dan kemudian mengambil tindakan. Hal itulah yang dilakukan
pengusaha tinta khusus untuk pemilihan umum dan pilkada Slamet Riyadi. Diawali
keberaniannya mengajukan pinjaman Rp50 juta dari sebuah bank nasional
pada 2004 lalu. Kini Slamet telah memiliki aset lebih dari Rp2 miliar.
Pada 2004 lalu, Slamet memutuskan berhenti dari perusahaan tempat dia
bekerja sebagai Manager Marketing di PT Indokor. Awal 2004, saat
pemilu dan pilpres berlangsung, temannya yang memenangkan tender tinta
pilpres meminta Slamet menjadi konsultan, sekaligus sebagai formulator
tinta. Setelah melihat kesuksesan rekannya, bapak tiga anak ini
kemudian berpikir untuk membuka usaha pengadaan tinta sendiri pada
pemilihan presiden tahap II. Kendala pertama yang dihadapi adalah
ketersediaan dana yang minim. ”Saat itu, saya tidak mempunyai
modal dan memberanikan diri mengajukan pinjaman sebesar Rp50 juta dari
BRI. Awalnya, mereka enggan memberikan, tapi setelah mengatakan
besarnya peluang dan profit margin yang bagus, akhirnya BRI memberikan
pinjaman,” paparnya saat ditemui di tempat usahanya, Depok. Feeling
lulusan teknik kimia UPN Yogyakarta ini ternyata tidak salah. Setelah
memenangkan tender pertamanya, seiring dengan semakin banyaknya
pelaksanaan pilkada, pada 2005, kebutuhan tinta untuk pilkada semakin
meningkat. Saat itulah Slamet membuka usaha CV Kharisma Chemindo dan
mengikuti tender pengadaan tinta pilkada yang diadakan KPUD di berbagai
daerah di Indonesia. Dengan keahlian dan kemampuannya membuat
formula tinta, dia berkali-kali memenangi tender di berbagai daerah,
dan dikenal sebagai Raja Tinta Pilkada di Indonesia dengan omzet
mencapai miliaran rupiah. Karena bisnis yang digelutinya terkait dengan
pilkada, Slamet pun sangat hafal jadwal pelaksanaan pilkada di
Indonesia. Hal itu tidak terlepas dari strategi yang dilakukan
Slamet, di antaranya dengan menggandeng pemain lokal dan meminta mereka
mengikuti tender. Setelah memenangkan tender, pemain lokal akan membeli
tinta pilkada dari perusahaannya. Ini tidak terlepas dari
kebijakan pemerintah daerah yang lebih mengutamakan pemain lokal. Hanya
dalam waktu satu tahun, Slamet memutuskan untuk mengakuisisi pabrik
pembuatan tinta berskala kecil di kawasan Bekasi dengan nilai Rp1
miliar. Sekaligus mendaftarkan tinta yang kemudian diberikan
branch Indoink itu kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk
mendapatkan sertifikat halal dan BPOM untuk mendapatkan sertifikat
sehat. Keberadaan pabrik dan sertifikat ternyata membuat margin
keuntungan yang diperoleh Slamet semakin tinggi, yakni berkisar 40
persen. Suatu ketika, Slamet membaca sebuah artikel yang
mengatakan bahwa Amerika Serikat tidak mempergunakan tinta dalam
pemilu. Hal itu membuat Slamet semakin kreatif dalam menghasilkan
sejumlah produk tinta di antaranya adalah tinta whiteboard dan tinta
printer. ”Saya membaca sebuah buku yang menyebutkan dalam
berbisnis, kita harus memperdalam beberapa produk. Dari situ saya
mengembangkan produk lain seperti tinta isi ulang whiteboard dan
printer. Jadi, kalau suatu saat nanti pemerintah mengeluarkan kebijakan
pilkada tidak pakai tinta. Saya sudah siap,” ungkapnya. Tidak
puas dengan pasar lokal, pada 2011 ini, Slamet sudah mencanangkan untuk
bisa masuk ke pasar regional. Usahanya tidak sia-sia. Pada beberapa
waktu lalu, dirinya dan beberapa perusahaan tinta di Indonesia ditunjuk
sebagai pemasok tinta pemilu di Nigeria. CV Kharisma Chemindo
mendapatkan jatah sebanyak 300 ribu botol tinta senilai Rp3 miliar.
Sekarang sedang mengincar pengadaan tinta pemilu di Mesir dan telah
mengirimkan surat melalui kedutaan agar bisa dibantu. Di sisi
lain, Slamet juga terus melakukan inovasi terhadap produk yang
dikembangkan. Karena itu, Slamet kembali melakukan akuisisi sebuah
pabrik berskala menengah di Cikarang untuk memproduksi tinta untuk
pilkada, serta berbagai produk untuk keperluan rumah tangga seperti
sabun cuci cair, sabun mandi cair, sampo, cleaner untuk lantai dan
toilet, serta berbagai kebutuhan rumah tangga lainnya. ”Sabun
cuci piring, pelembut pakaian, karbol, pembersih lantai, detergen cair,
dan sampo merupakan kebutuhan dasar yang dikonsumsi setiap rumah
tangga, hotel, rumah makan, maupun rumah sakit. Produk ini juga dipakai
berulang ulang. Potensi pasarnya besar sehingga tercipta permintaan
pasar yang luar biasa. Apalagi jumlah penduduk Indonesia lebih besar
akan menjadi peluang bisnis yang baik,” paparnya. Karena itu,
Slamet telah menganggarkan dana yang tidak sedikit untuk biaya
research. Waktu yang dibutuhkan pun tidak sedikit, yakni sekira satu
bulan. Namun, dia mengaku biaya dan waktu yang dikeluarkan untuk
research akan sebanding dengan margin keuntungan diperolehnya, yakni
lebih dari 50 persen. Hampir setiap waktu Slamet harus
memperbarui teknologi yang dipergunakan agar tidak ketinggalan zaman.
Hal itu salah satunya adalah sabun motor yang berwarna hijau atau biru.
Kendati fungsinya hampir sama dengan yang biasa, konsumen lebih
menyukai sabun motor yang berwarna. Semua produk di luar tinta
diberikan branch “DNN” yang berasal dari inisial anak Slamet. Sebetulnya dalam industri ini, orang tidak harus pandai. Yang
dibutuhkan adalah action. Inilah yang ditakuti banyak orang. Karena di
sini bermain masalah uang, banyak yang takut rugi. Karena itulah,
Slamet berpesan bagi yang ingin memulai usaha sebaiknya langsung
melakukan action. Usaha dapat dimulai dari sekala kecil dan
modal terjangkau. Artinya, jumlah yang diproduksi disesuaikan dengan
jumlah modal yang dimiliki dan peralatan. (hermansah)(Koran SI/Koran SI/ade)