Di
usianya yang masih 22 tahun, kreativitas Agnes Tandia patut diacungi
jempol. Dari setumpuk kain perca batik yang sudah tidak terpakai,
berbagai aksesori batik menarik diciptakannya. Bisnis yang digelutinya
bermula saat masih kuliah di Fakultas Kriya Tekstil Seni Rupa Institut
Teknologi Bandung (ITB) pada 2008.
Saat
itu,Agnes iseng-iseng membuat jaket dari kain batik yang kemudian
dipakainya untuk kuliah.Tak disangka,teman-teman kuliahnya sangat
tertarik. Bahkan, ada pula berniat untuk membeli jaket ciptaannya
itu.Terpacu, Agnes pun kemudian membuat jaket berdasarkan pesanan
teman-temannya. Jumlahnya cukup banyak, sekitar 100 buah per bulan,
dengan modal awal sebesar Rp300.000.
“Omzet pertama dari
jaket ya sekitar Rp3 juta sebulan,” ungkap Agnes saat ditemui di
tokonya di bilangan Sukamulya, Bandung, beberapa waktu lalu. Sukses
melalui penjualan jaket batiknya, Agnes pun lebih serius menangani
peluang usaha yang tiba-tiba muncul tersebut.Dia lantas menamai bisnis
yang digelutinya itu Kulkith. Pada 2009,Agnes membuat terobosan
lain,yakni membuat sepatu kulit yang dipadukan dengan kain batik (lace
up shoes) dan sandal dengan ratusan motif batik.
Selain
itu,Agnes juga membuat tas bermotif batik.Semua produknya dibanderol
denganharga yang tak terlalu tinggi,mulai dari Rp130 ribu - Rp325 ribu.
Upaya seriusnya membuahkan hasil saat mengikuti pameran Inacraft di
Jakarta Convention Center. Kala itu, dia membuat dua lusin sepatu
dengan modal sekitar Rp2 juta. Walaupun awalnya hanya sekadar
coba-coba,tak dinyana penjualan yang didapat Agnes di pameran itu malah
terbilang cukup besar,yakni sekitar Rp8 juta.
“Waktu itu kan
cuma mencoba jual. Saya jual sepasang sepatu dengan harga Rp325.000.
Itu karena masih coba-coba jadi ya kalau laku syukur, enggak laku ya
tidak apa-apa. Ternyata, waktu itu dari dua lusin, cuma sisa lima
pasang,”kenang Agnes. Selepas mengikuti pameran Inacraft,Agnes pun
lebih fokus membuat sepatu ketimbang jaket. Pasalnya, respons pembeli
untuk produk sepatu jauh lebih besar. Agnes
mengaku untuk membuat semua produknya, dia menggunakan referensi dari
situs-situs di internet dan mengikuti saran pembeli.
Dari
situ,Agnes kian serius menangani usahanya.Dia mulai memikirkan promosi
yang layak untuk produk-produk ciptaannya.Awalnya, langkah yang dipilih
Agnes adalah promosi mengandalkan jejaring sosial.Agnes juga meminta
seorang fashion blogger,Diana Rikasari, untuk me-review produknya.
“Saya menjelaskan mengenai produkKulkithke dia. Akhirnya, dia pakai dan dia review di blog-nya. Follower blog-nya kan banyak banget, dari situlah mulai banyak yang beli.Komentar pembaca juga sangat memuaskan,” papar Agnes.
Berkat promosi melalui jejaring sosial itu omzet penjualannya mulai
melonjak, menjadi sekitar 300 pasang sepatu per bulan. Pesanan pun
datang tidak hanya dari Bandung, tapi juga wilayah Jabodetabek. Tidak
puas dengan itu,Agnes juga kerap mengikuti pameran- pameran. Selain
bermanfaat untuk memperkenalkan produk, omzet penjualan di pameran pun
tak jarang jauh lebih besar daripada penjualan secara
konvensional.Agnes mencontohkan, saat dia mengikuti pameran Inacraft
pada 2010 dia berhasil meraup keuntungan sebesar Rp80 juta.
Kini,bisnisnya relatif sudah mantap.
Agnes kini mampu
membayar empat karyawan tetap. Bahkan, jika kalau order tengah
melonjak, dia tak ragu menambah jumlah karyawannya.“ Seperti ketika
menjelang Lebaran, order bisa naik tiga kali lipat,”ungkap Agnes. Kian
hari produk Kulkith pun kian dikenal, tidak hanya di dalam negeri. Menurut
Agnes, kini dia juga mulai merambah pasar ekspor ke Malaysia dan
Belanda. Memang, ekspor secara besar-besaran belum dilakukannya karena
masih terhambat masalah perizinan. Sejauh ini, dia juga masih mendapat
keluhan dari sejumlah pembeli.
Mulai dari masalah ukuran
produk hingga waktu pengiriman.Namun,selama ini belum pernah ada
kesalahan fatal yang mengkhawatirkan. “Keluhan dari pembeli rata-rata
keluhan-keluhan yang biasa, seperti produk tidak sama dengan
gambar.Standarlah, kalau sepatu berputar di sekitar masalah
ukuran.Tidak sampai menurunkan omzet sih. Karena itu masih bisa saya
atasi,”ungkapnya. Namun, hal-hal kecil itu bukan tak luput dari
pemikirannya. Agnes mengaku tengah memperbaiki sistem manajemen
bisnisnya.
Kecintaannya pada kain batik menjadi pendorong
utama bagi Agnes Tandia untuk bereksperimen membuat produkproduk
alternatif dari material tersebut. Dipadu dengan kreativitas
tinggi,kain batik pun disulapnya menjadi jaket,tas, hingga sepatu
cantik bernilai jual tinggi.
Berkat bisnis aksesori berbahan
batik yang digelutinya, Agnes mengaku dapat menyalurkan kecintaannya
sekaligus ikut melestarikan kain batik.Agnes berharap melalui Kulkith
dia bisa memopulerkan batik di kalangan anak muda. Berkat produk-produk
ciptaannya, batik dimungkinkan untuk digunakan di mana pun dan kapan
pun oleh anak-anak muda, tidak hanya di acara-acara formal.
“Bedanya
usaha saya dengan usaha anak muda yang lain karena aku angkat tradisi.
Kenapa ambilnya batik? Sebab,saya sendiri memang sangat suka batik.
Biasanya, orang memakai batik kalau ada acara tertentu seperti ke
pernikahan dan acara resmi lainnya.Nah,kalau saya aplikasikan batik
tadi ke produk yang lebih fashionable, yang sehari-harinya bisa
dipakai. Dengan demikian, otomatis batiknya kanjadi eksis setiap hari, tidak perlu ada acara khusus,” papar Agnes. Di sisi lain, Agnes mengaku menggunakan batik ikut memperkuat branding produknya.
Sepatu, tas, atau jaket produksi Kulkith jadi lebih bisa diingat semua
orang karena menggunakan bahan berbeda dengan produk sejenis lainnya.
“Branding Kulkith sebagai sepatu batik juga menjadi lebih kuat,” ujarnya.
Upayanya memopulerkan batik sebagai bagian dari busana sehari-hari
rupanya mendapat tempat di hati konsumen. Terbukti, bisnisnya kini
semakin berkembang. Namun, pesaing-pesaing yang membuat produk serupa
pun kini mulai menjamur.
Bahkan, sebagai salah satu pionir
di bisnis ini, beberapa pesaingnya bahkan tak segan menjiplak desain
produk Kulkith yang telah diterima pasar. “Pesaing produk sejenis
sepatu batik akhirnya semakin banyak sekarang.Namun, untuk bisa survive setiap desainer punya ciri masing-masing. Itu saja yang saya berusaha tampilkan. Fiturnya berbeda, pemasaran berbeda, detailnya juga berbeda. Intinya kita harus terus melakukan inovasi,” pungkasnya.
(Sandra Karina/Koran SI/ade)
Di
usianya yang masih 22 tahun, kreativitas Agnes Tandia patut diacungi
jempol. Dari setumpuk kain perca batik yang sudah tidak terpakai,
berbagai aksesori batik menarik diciptakannya. Bisnis yang digelutinya
bermula saat masih kuliah di Fakultas Kriya Tekstil Seni Rupa Institut
Teknologi Bandung (ITB) pada 2008.
Saat itu,Agnes iseng-iseng membuat jaket dari kain batik yang kemudian dipakainya untuk kuliah.Tak disangka,teman-teman kuliahnya sangat tertarik. Bahkan, ada pula berniat untuk membeli jaket ciptaannya itu.Terpacu, Agnes pun kemudian membuat jaket berdasarkan pesanan teman-temannya. Jumlahnya cukup banyak, sekitar 100 buah per bulan, dengan modal awal sebesar Rp300.000.
“Omzet pertama dari jaket ya sekitar Rp3 juta sebulan,” ungkap Agnes saat ditemui di tokonya di bilangan Sukamulya, Bandung, beberapa waktu lalu. Sukses melalui penjualan jaket batiknya, Agnes pun lebih serius menangani peluang usaha yang tiba-tiba muncul tersebut.Dia lantas menamai bisnis yang digelutinya itu Kulkith. Pada 2009,Agnes membuat terobosan lain,yakni membuat sepatu kulit yang dipadukan dengan kain batik (lace up shoes) dan sandal dengan ratusan motif batik.
Selain itu,Agnes juga membuat tas bermotif batik.Semua produknya dibanderol denganharga yang tak terlalu tinggi,mulai dari Rp130 ribu - Rp325 ribu. Upaya seriusnya membuahkan hasil saat mengikuti pameran Inacraft di Jakarta Convention Center. Kala itu, dia membuat dua lusin sepatu dengan modal sekitar Rp2 juta. Walaupun awalnya hanya sekadar coba-coba,tak dinyana penjualan yang didapat Agnes di pameran itu malah terbilang cukup besar,yakni sekitar Rp8 juta.
“Waktu itu kan cuma mencoba jual. Saya jual sepasang sepatu dengan harga Rp325.000. Itu karena masih coba-coba jadi ya kalau laku syukur, enggak laku ya tidak apa-apa. Ternyata, waktu itu dari dua lusin, cuma sisa lima pasang,”kenang Agnes. Selepas mengikuti pameran Inacraft,Agnes pun lebih fokus membuat sepatu ketimbang jaket. Pasalnya, respons pembeli untuk produk sepatu jauh lebih besar. Agnes mengaku untuk membuat semua produknya, dia menggunakan referensi dari situs-situs di internet dan mengikuti saran pembeli.
Dari situ,Agnes kian serius menangani usahanya.Dia mulai memikirkan promosi yang layak untuk produk-produk ciptaannya.Awalnya, langkah yang dipilih Agnes adalah promosi mengandalkan jejaring sosial.Agnes juga meminta seorang fashion blogger,Diana Rikasari, untuk me-review produknya. “Saya menjelaskan mengenai produkKulkithke dia. Akhirnya, dia pakai dan dia review di blog-nya. Follower blog-nya kan banyak banget, dari situlah mulai banyak yang beli.Komentar pembaca juga sangat memuaskan,” papar Agnes.
Berkat promosi melalui jejaring sosial itu omzet penjualannya mulai melonjak, menjadi sekitar 300 pasang sepatu per bulan. Pesanan pun datang tidak hanya dari Bandung, tapi juga wilayah Jabodetabek. Tidak puas dengan itu,Agnes juga kerap mengikuti pameran- pameran. Selain bermanfaat untuk memperkenalkan produk, omzet penjualan di pameran pun tak jarang jauh lebih besar daripada penjualan secara konvensional.Agnes mencontohkan, saat dia mengikuti pameran Inacraft pada 2010 dia berhasil meraup keuntungan sebesar Rp80 juta. Kini,bisnisnya relatif sudah mantap.
Agnes kini mampu membayar empat karyawan tetap. Bahkan, jika kalau order tengah melonjak, dia tak ragu menambah jumlah karyawannya.“ Seperti ketika menjelang Lebaran, order bisa naik tiga kali lipat,”ungkap Agnes. Kian hari produk Kulkith pun kian dikenal, tidak hanya di dalam negeri. Menurut Agnes, kini dia juga mulai merambah pasar ekspor ke Malaysia dan Belanda. Memang, ekspor secara besar-besaran belum dilakukannya karena masih terhambat masalah perizinan. Sejauh ini, dia juga masih mendapat keluhan dari sejumlah pembeli.
Mulai dari masalah ukuran produk hingga waktu pengiriman.Namun,selama ini belum pernah ada kesalahan fatal yang mengkhawatirkan. “Keluhan dari pembeli rata-rata keluhan-keluhan yang biasa, seperti produk tidak sama dengan gambar.Standarlah, kalau sepatu berputar di sekitar masalah ukuran.Tidak sampai menurunkan omzet sih. Karena itu masih bisa saya atasi,”ungkapnya. Namun, hal-hal kecil itu bukan tak luput dari pemikirannya. Agnes mengaku tengah memperbaiki sistem manajemen bisnisnya.
Kecintaannya pada kain batik menjadi pendorong utama bagi Agnes Tandia untuk bereksperimen membuat produkproduk alternatif dari material tersebut. Dipadu dengan kreativitas tinggi,kain batik pun disulapnya menjadi jaket,tas, hingga sepatu cantik bernilai jual tinggi.
Berkat bisnis aksesori berbahan batik yang digelutinya, Agnes mengaku dapat menyalurkan kecintaannya sekaligus ikut melestarikan kain batik.Agnes berharap melalui Kulkith dia bisa memopulerkan batik di kalangan anak muda. Berkat produk-produk ciptaannya, batik dimungkinkan untuk digunakan di mana pun dan kapan pun oleh anak-anak muda, tidak hanya di acara-acara formal.
“Bedanya usaha saya dengan usaha anak muda yang lain karena aku angkat tradisi. Kenapa ambilnya batik? Sebab,saya sendiri memang sangat suka batik. Biasanya, orang memakai batik kalau ada acara tertentu seperti ke pernikahan dan acara resmi lainnya.Nah,kalau saya aplikasikan batik tadi ke produk yang lebih fashionable, yang sehari-harinya bisa dipakai. Dengan demikian, otomatis batiknya kanjadi eksis setiap hari, tidak perlu ada acara khusus,” papar Agnes. Di sisi lain, Agnes mengaku menggunakan batik ikut memperkuat branding produknya.
Sepatu, tas, atau jaket produksi Kulkith jadi lebih bisa diingat semua orang karena menggunakan bahan berbeda dengan produk sejenis lainnya. “Branding Kulkith sebagai sepatu batik juga menjadi lebih kuat,” ujarnya. Upayanya memopulerkan batik sebagai bagian dari busana sehari-hari rupanya mendapat tempat di hati konsumen. Terbukti, bisnisnya kini semakin berkembang. Namun, pesaing-pesaing yang membuat produk serupa pun kini mulai menjamur.
Bahkan, sebagai salah satu pionir di bisnis ini, beberapa pesaingnya bahkan tak segan menjiplak desain produk Kulkith yang telah diterima pasar. “Pesaing produk sejenis sepatu batik akhirnya semakin banyak sekarang.Namun, untuk bisa survive setiap desainer punya ciri masing-masing. Itu saja yang saya berusaha tampilkan. Fiturnya berbeda, pemasaran berbeda, detailnya juga berbeda. Intinya kita harus terus melakukan inovasi,” pungkasnya.
Saat itu,Agnes iseng-iseng membuat jaket dari kain batik yang kemudian dipakainya untuk kuliah.Tak disangka,teman-teman kuliahnya sangat tertarik. Bahkan, ada pula berniat untuk membeli jaket ciptaannya itu.Terpacu, Agnes pun kemudian membuat jaket berdasarkan pesanan teman-temannya. Jumlahnya cukup banyak, sekitar 100 buah per bulan, dengan modal awal sebesar Rp300.000.
“Omzet pertama dari jaket ya sekitar Rp3 juta sebulan,” ungkap Agnes saat ditemui di tokonya di bilangan Sukamulya, Bandung, beberapa waktu lalu. Sukses melalui penjualan jaket batiknya, Agnes pun lebih serius menangani peluang usaha yang tiba-tiba muncul tersebut.Dia lantas menamai bisnis yang digelutinya itu Kulkith. Pada 2009,Agnes membuat terobosan lain,yakni membuat sepatu kulit yang dipadukan dengan kain batik (lace up shoes) dan sandal dengan ratusan motif batik.
Selain itu,Agnes juga membuat tas bermotif batik.Semua produknya dibanderol denganharga yang tak terlalu tinggi,mulai dari Rp130 ribu - Rp325 ribu. Upaya seriusnya membuahkan hasil saat mengikuti pameran Inacraft di Jakarta Convention Center. Kala itu, dia membuat dua lusin sepatu dengan modal sekitar Rp2 juta. Walaupun awalnya hanya sekadar coba-coba,tak dinyana penjualan yang didapat Agnes di pameran itu malah terbilang cukup besar,yakni sekitar Rp8 juta.
“Waktu itu kan cuma mencoba jual. Saya jual sepasang sepatu dengan harga Rp325.000. Itu karena masih coba-coba jadi ya kalau laku syukur, enggak laku ya tidak apa-apa. Ternyata, waktu itu dari dua lusin, cuma sisa lima pasang,”kenang Agnes. Selepas mengikuti pameran Inacraft,Agnes pun lebih fokus membuat sepatu ketimbang jaket. Pasalnya, respons pembeli untuk produk sepatu jauh lebih besar. Agnes mengaku untuk membuat semua produknya, dia menggunakan referensi dari situs-situs di internet dan mengikuti saran pembeli.
Dari situ,Agnes kian serius menangani usahanya.Dia mulai memikirkan promosi yang layak untuk produk-produk ciptaannya.Awalnya, langkah yang dipilih Agnes adalah promosi mengandalkan jejaring sosial.Agnes juga meminta seorang fashion blogger,Diana Rikasari, untuk me-review produknya. “Saya menjelaskan mengenai produkKulkithke dia. Akhirnya, dia pakai dan dia review di blog-nya. Follower blog-nya kan banyak banget, dari situlah mulai banyak yang beli.Komentar pembaca juga sangat memuaskan,” papar Agnes.
Berkat promosi melalui jejaring sosial itu omzet penjualannya mulai melonjak, menjadi sekitar 300 pasang sepatu per bulan. Pesanan pun datang tidak hanya dari Bandung, tapi juga wilayah Jabodetabek. Tidak puas dengan itu,Agnes juga kerap mengikuti pameran- pameran. Selain bermanfaat untuk memperkenalkan produk, omzet penjualan di pameran pun tak jarang jauh lebih besar daripada penjualan secara konvensional.Agnes mencontohkan, saat dia mengikuti pameran Inacraft pada 2010 dia berhasil meraup keuntungan sebesar Rp80 juta. Kini,bisnisnya relatif sudah mantap.
Agnes kini mampu membayar empat karyawan tetap. Bahkan, jika kalau order tengah melonjak, dia tak ragu menambah jumlah karyawannya.“ Seperti ketika menjelang Lebaran, order bisa naik tiga kali lipat,”ungkap Agnes. Kian hari produk Kulkith pun kian dikenal, tidak hanya di dalam negeri. Menurut Agnes, kini dia juga mulai merambah pasar ekspor ke Malaysia dan Belanda. Memang, ekspor secara besar-besaran belum dilakukannya karena masih terhambat masalah perizinan. Sejauh ini, dia juga masih mendapat keluhan dari sejumlah pembeli.
Mulai dari masalah ukuran produk hingga waktu pengiriman.Namun,selama ini belum pernah ada kesalahan fatal yang mengkhawatirkan. “Keluhan dari pembeli rata-rata keluhan-keluhan yang biasa, seperti produk tidak sama dengan gambar.Standarlah, kalau sepatu berputar di sekitar masalah ukuran.Tidak sampai menurunkan omzet sih. Karena itu masih bisa saya atasi,”ungkapnya. Namun, hal-hal kecil itu bukan tak luput dari pemikirannya. Agnes mengaku tengah memperbaiki sistem manajemen bisnisnya.
Kecintaannya pada kain batik menjadi pendorong utama bagi Agnes Tandia untuk bereksperimen membuat produkproduk alternatif dari material tersebut. Dipadu dengan kreativitas tinggi,kain batik pun disulapnya menjadi jaket,tas, hingga sepatu cantik bernilai jual tinggi.
Berkat bisnis aksesori berbahan batik yang digelutinya, Agnes mengaku dapat menyalurkan kecintaannya sekaligus ikut melestarikan kain batik.Agnes berharap melalui Kulkith dia bisa memopulerkan batik di kalangan anak muda. Berkat produk-produk ciptaannya, batik dimungkinkan untuk digunakan di mana pun dan kapan pun oleh anak-anak muda, tidak hanya di acara-acara formal.
“Bedanya usaha saya dengan usaha anak muda yang lain karena aku angkat tradisi. Kenapa ambilnya batik? Sebab,saya sendiri memang sangat suka batik. Biasanya, orang memakai batik kalau ada acara tertentu seperti ke pernikahan dan acara resmi lainnya.Nah,kalau saya aplikasikan batik tadi ke produk yang lebih fashionable, yang sehari-harinya bisa dipakai. Dengan demikian, otomatis batiknya kanjadi eksis setiap hari, tidak perlu ada acara khusus,” papar Agnes. Di sisi lain, Agnes mengaku menggunakan batik ikut memperkuat branding produknya.
Sepatu, tas, atau jaket produksi Kulkith jadi lebih bisa diingat semua orang karena menggunakan bahan berbeda dengan produk sejenis lainnya. “Branding Kulkith sebagai sepatu batik juga menjadi lebih kuat,” ujarnya. Upayanya memopulerkan batik sebagai bagian dari busana sehari-hari rupanya mendapat tempat di hati konsumen. Terbukti, bisnisnya kini semakin berkembang. Namun, pesaing-pesaing yang membuat produk serupa pun kini mulai menjamur.
Bahkan, sebagai salah satu pionir di bisnis ini, beberapa pesaingnya bahkan tak segan menjiplak desain produk Kulkith yang telah diterima pasar. “Pesaing produk sejenis sepatu batik akhirnya semakin banyak sekarang.Namun, untuk bisa survive setiap desainer punya ciri masing-masing. Itu saja yang saya berusaha tampilkan. Fiturnya berbeda, pemasaran berbeda, detailnya juga berbeda. Intinya kita harus terus melakukan inovasi,” pungkasnya.