Langgeng Lujito, mencoba berbisnis
sejak usia muda. Kegigihan dan kerja kerasnya membuahkan hasil. Sebagai
pengusaha bengkel bubut, dia kini memiliki ratusan pelanggan di Jawa Timur dan
Jawa Tengah.
Kondisi ekonomi yang serba sulit membuat Langgeng Lujito bertekad mengubah nasib. Dia mulai merintis usaha dengan membuka toko oli pada 1989. Saat itu Langgeng Lujito masih duduk di kelas dua SMA PGRI Ngawi, Jawa Timur.
Pada saat teman-temannya masih asyik bermain seusai pulang sekolah, Langgeng justru sibuk mengelola bisnis. Lambat laun usaha yang digelutinya berkembang. Namun, persaingan usaha oli di Ngawi saat itu sudah sangat ketat. Sambil terus menjalankan bisnis oli, dia berpikir untuk mengembangkan usaha lain. Seusai lulus dari SMA PGRI Ngawi, Langgeng bukannya melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, melainkan malah serius menekuni usaha. Tekadnya sudah bulat. Dia ingin memiliki usaha sendiri. Dia merasakan banyak pelajaran yang bisa dipetik dari menekuni usaha Mandiri.Langgeng mulai berpikir untuk menaikkan kelas usahanya. Pada 1993, berbekal tabungan dari usahanya, dia membuka usaha bengkel bubut di Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Beran, Kota Ngawi.
Letak usaha bengkel itu sangat strategis lantaran berada di jalan utama penghubung Ngawi-Solo. Kala itu dia berpikir, usaha bengkel yang khusus melayani jasa bubut automotif belum ada di Ngawi. Sebagai modal awal, dia membeli satu mesin bubut kecil, satu mesin kolter untuk sepeda motor,dan peralatan las. Modal yang dikeluarkan sekitar Rp20 juta. Selain itu, dia juga merekrut teknisi yang mengerti tentang mesin mobil, sepeda motor, sekaligus bisa mengoperasikan mesin bubut dan mesin kolter. Ketika itu, usaha bengkelnya masih sederhana dan sangat terbatas. Langgeng mengaku awalnya tidak menguasai soal bongkar pasang mesin sepeda motor atau mobil.
Tapi, tekadnya saat itu sangat kuat,ingin menekuni usaha sambil belajar. “Meski saya yang memiliki bengkel, tapi saya saat itu tak segan untuk belajar bongkar pasang mesin sepeda motor atau mobil. Prinsip saya,kalau mau belajar, akan bisa. Kemampuan itu bisa diasah asalkan mau belajar,” ujarnya.
Seperti lazimnya membuka usaha baru, tahap-tahap awal selalu menemui banyak kendala. Belum banyak yang mengenal usahanya. Namun, Langgeng pantang menyerah. Dia lantas berpromosi dan berupaya mengenalkan usaha bengkel bubut automotif ke sejumlah bengkel sepeda motor dan mobil di Ngawi. Upayanya ternyata berhasil.
Dalam hitungan enam bulan, banyak pelanggan yang mulai berdatangan ke usaha bengkel bubut miliknya. Bukan hanya dari Ngawi, melainkan juga dari Madiun, Bojonegoro, Cepu, Sragen, Nganjuk, Kediri, dan beberapa daerah lain. Dia juga terus menambah pekerjanya dari semula hanya empat orang menjadi 24 orang. Selain tenaga teknisi, usaha bengkel bubut milik Langgeng Lujito juga sering digunakan untuk latihan kerja bagi para siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), terutama jurusan perbengkelan. SMK Sragen, SMK Geneng, SMK PGRI Ngawi, bahkan hampir setiap tahun mengirimkan siswa untuk belajar dan mendapatkan keterampilan perbengkelan di bengkel bubut Langgeng tersebut.
“Kalau sudah bisa dan terampil, saya persilakan mereka membuka usaha bengkel sendiri. Saya senang kalau ada anak didik saya berhasil membuka usaha sendiri. Mereka menjadi Mandiri dan tidak bergantung pada orang lain,” ujar Langgeng.
Namun, menjalani usaha terutama di bidang jasa bengkel bubut juga ada pasang surutnya. Apalagi, pada 2000 ke atas, usaha bengkel yang menyediakan jasa bubut automotif mulai merebak di Ngawi. Langgeng Lujito melihat kenyataan itu sebagai hal wajar seiring pesatnya perkembangan automotif. Langgeng Lujito terus berinovasi agar tetap bisa eksis di dunia usaha jasa automotif.Setelah melalui perhitungan yang cermat, pada 2005, Langgeng membuka toko suku cadang sepeda motor dan mobil.
Untuk menambah modal, dia meminjam dana dari Bank Tabungan Negara (Bank BTN) Kantor Cabang Madiun sebesar Rp500 juta. Pinjaman modal itu sangat membantu usaha toko suku cadang yang juga diberi nama Langgeng tersebut. Dalam perjalanannya, usaha bengkel bubut automotif yang kemudian dilengkapi usaha suku cadang semakin berkibar. Kini dia setidaknya memiliki 400 pelanggan jaringan bengkel yang ada di Jatim dan Jateng. Selain itu, dia juga memiliki pelanggan setia yang tersebar di Ngawi dan Madiun. “Prinsip saya dalam menekuni usaha ini adalah berusaha memberikan yang terbaik pada pelanggan.Kalau ada pelanggan yang merasa tidak puas,saya akan mencoba memahami dan memberi pelayanan lebih lagi,” ujar Langgeng.
Kemampuan pria berusia 41 tahun dalam mengelola dan mengembangkan usaha kian terasah dan teruji. Boleh dibilang,usaha bengkel bubut automotif dan suku cadang miliknya kini sudah mapan. Dia memiliki dua mobil operasional. Asetnya telah berkembang menjadi lebih dari Rp2 miliar. Adapun omzet per bulan rata-rata mencapai Rp50 juta. Namun, cita-cita Langgeng Lujito tidak berhenti hanya di sini. Dia ingin keberhasilan yang telah direngkuh selama ini juga bisa dirasakan oleh generasi muda. Ke depan Langgeng Lujito berkeinginan membuka balai latihan kerja di Ngawi demi mendidik anakanak muda sehingga memiliki keterampilan perbengkelan dan teknisi.
Dengan begitu, anak-anak muda itu kelak bisa membuka lapangan kerja sendiri dan mengurangi pengangguran. Langgeng Lujito juga memiliki obsesi lain. Dia ingin menjadikan Ngawi sebagai tempat tujuan wisata olahraga.Dia telah membangun gedung olahraga badminton dan berniat mendirikan gedung futsal di Kota Ngawi. Di usia sekarang ini, Langgeng Lujito merasa ingin memberi sesuatu kepada masyarakat Ngawi dan memajukan daerah yang berada di ujung paling barat Jawa Timur tersebut. (SI/Muhammad Roqib)
Kondisi ekonomi yang serba sulit membuat Langgeng Lujito bertekad mengubah nasib. Dia mulai merintis usaha dengan membuka toko oli pada 1989. Saat itu Langgeng Lujito masih duduk di kelas dua SMA PGRI Ngawi, Jawa Timur.
Pada saat teman-temannya masih asyik bermain seusai pulang sekolah, Langgeng justru sibuk mengelola bisnis. Lambat laun usaha yang digelutinya berkembang. Namun, persaingan usaha oli di Ngawi saat itu sudah sangat ketat. Sambil terus menjalankan bisnis oli, dia berpikir untuk mengembangkan usaha lain. Seusai lulus dari SMA PGRI Ngawi, Langgeng bukannya melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, melainkan malah serius menekuni usaha. Tekadnya sudah bulat. Dia ingin memiliki usaha sendiri. Dia merasakan banyak pelajaran yang bisa dipetik dari menekuni usaha Mandiri.Langgeng mulai berpikir untuk menaikkan kelas usahanya. Pada 1993, berbekal tabungan dari usahanya, dia membuka usaha bengkel bubut di Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Beran, Kota Ngawi.
Letak usaha bengkel itu sangat strategis lantaran berada di jalan utama penghubung Ngawi-Solo. Kala itu dia berpikir, usaha bengkel yang khusus melayani jasa bubut automotif belum ada di Ngawi. Sebagai modal awal, dia membeli satu mesin bubut kecil, satu mesin kolter untuk sepeda motor,dan peralatan las. Modal yang dikeluarkan sekitar Rp20 juta. Selain itu, dia juga merekrut teknisi yang mengerti tentang mesin mobil, sepeda motor, sekaligus bisa mengoperasikan mesin bubut dan mesin kolter. Ketika itu, usaha bengkelnya masih sederhana dan sangat terbatas. Langgeng mengaku awalnya tidak menguasai soal bongkar pasang mesin sepeda motor atau mobil.
Tapi, tekadnya saat itu sangat kuat,ingin menekuni usaha sambil belajar. “Meski saya yang memiliki bengkel, tapi saya saat itu tak segan untuk belajar bongkar pasang mesin sepeda motor atau mobil. Prinsip saya,kalau mau belajar, akan bisa. Kemampuan itu bisa diasah asalkan mau belajar,” ujarnya.
Seperti lazimnya membuka usaha baru, tahap-tahap awal selalu menemui banyak kendala. Belum banyak yang mengenal usahanya. Namun, Langgeng pantang menyerah. Dia lantas berpromosi dan berupaya mengenalkan usaha bengkel bubut automotif ke sejumlah bengkel sepeda motor dan mobil di Ngawi. Upayanya ternyata berhasil.
Dalam hitungan enam bulan, banyak pelanggan yang mulai berdatangan ke usaha bengkel bubut miliknya. Bukan hanya dari Ngawi, melainkan juga dari Madiun, Bojonegoro, Cepu, Sragen, Nganjuk, Kediri, dan beberapa daerah lain. Dia juga terus menambah pekerjanya dari semula hanya empat orang menjadi 24 orang. Selain tenaga teknisi, usaha bengkel bubut milik Langgeng Lujito juga sering digunakan untuk latihan kerja bagi para siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), terutama jurusan perbengkelan. SMK Sragen, SMK Geneng, SMK PGRI Ngawi, bahkan hampir setiap tahun mengirimkan siswa untuk belajar dan mendapatkan keterampilan perbengkelan di bengkel bubut Langgeng tersebut.
“Kalau sudah bisa dan terampil, saya persilakan mereka membuka usaha bengkel sendiri. Saya senang kalau ada anak didik saya berhasil membuka usaha sendiri. Mereka menjadi Mandiri dan tidak bergantung pada orang lain,” ujar Langgeng.
Namun, menjalani usaha terutama di bidang jasa bengkel bubut juga ada pasang surutnya. Apalagi, pada 2000 ke atas, usaha bengkel yang menyediakan jasa bubut automotif mulai merebak di Ngawi. Langgeng Lujito melihat kenyataan itu sebagai hal wajar seiring pesatnya perkembangan automotif. Langgeng Lujito terus berinovasi agar tetap bisa eksis di dunia usaha jasa automotif.Setelah melalui perhitungan yang cermat, pada 2005, Langgeng membuka toko suku cadang sepeda motor dan mobil.
Untuk menambah modal, dia meminjam dana dari Bank Tabungan Negara (Bank BTN) Kantor Cabang Madiun sebesar Rp500 juta. Pinjaman modal itu sangat membantu usaha toko suku cadang yang juga diberi nama Langgeng tersebut. Dalam perjalanannya, usaha bengkel bubut automotif yang kemudian dilengkapi usaha suku cadang semakin berkibar. Kini dia setidaknya memiliki 400 pelanggan jaringan bengkel yang ada di Jatim dan Jateng. Selain itu, dia juga memiliki pelanggan setia yang tersebar di Ngawi dan Madiun. “Prinsip saya dalam menekuni usaha ini adalah berusaha memberikan yang terbaik pada pelanggan.Kalau ada pelanggan yang merasa tidak puas,saya akan mencoba memahami dan memberi pelayanan lebih lagi,” ujar Langgeng.
Kemampuan pria berusia 41 tahun dalam mengelola dan mengembangkan usaha kian terasah dan teruji. Boleh dibilang,usaha bengkel bubut automotif dan suku cadang miliknya kini sudah mapan. Dia memiliki dua mobil operasional. Asetnya telah berkembang menjadi lebih dari Rp2 miliar. Adapun omzet per bulan rata-rata mencapai Rp50 juta. Namun, cita-cita Langgeng Lujito tidak berhenti hanya di sini. Dia ingin keberhasilan yang telah direngkuh selama ini juga bisa dirasakan oleh generasi muda. Ke depan Langgeng Lujito berkeinginan membuka balai latihan kerja di Ngawi demi mendidik anakanak muda sehingga memiliki keterampilan perbengkelan dan teknisi.
Dengan begitu, anak-anak muda itu kelak bisa membuka lapangan kerja sendiri dan mengurangi pengangguran. Langgeng Lujito juga memiliki obsesi lain. Dia ingin menjadikan Ngawi sebagai tempat tujuan wisata olahraga.Dia telah membangun gedung olahraga badminton dan berniat mendirikan gedung futsal di Kota Ngawi. Di usia sekarang ini, Langgeng Lujito merasa ingin memberi sesuatu kepada masyarakat Ngawi dan memajukan daerah yang berada di ujung paling barat Jawa Timur tersebut. (SI/Muhammad Roqib)
Sumber : okezone.com