Sudah memutuskan untuk segera memulai usaha? Kalau sudah, segerakan eksekusi sesuai dengan bidang apa yang akan kita terjuni. Tapi, semudah itukah?
Belakangan, memang banyak resep dari para pengusaha yang menganjurkan bahwa jika ingin berwirausaha ya silakan nyebur saja. Ibarat berenang, kalau hanya tahu teori belaka, tanpa pernah nyemplung ke kolam, tentu tak akan pernah bisa. Nah, inilah yang disebutkan sebagai modal paling awal yang diperlukan oleh seorang pengusaha. Modal nol, modal nekad.
Memang, tak jarang - bahkan banyak - pengusaha dengan pola seperti itu. Tak jarang pula, banyak pengusaha yang sukses karena awalnya kepepet. Dari tantangan karena harus memenuhi kebutuhan hidup, justru akhirnya bisa survive dan menjadi besar dengan usaha yang diawali dari nekad, kepepet, nyemplung, dan berbagai istilah lain itu.
Namun, berkali-kali saya bertemu dengan orang yang mencoba menjadi pengusaha dengan cara itu, ternyata hasilnya kurang maksimal. Ujung-ujungnya, mereka menjadi frustasi karena uang atau modal yang dikeluarkan hilang begitu saja. "Kalau begini lebih enak jadi karyawan saja... Wah, ternyata susah jadi pengusaha... Kok hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan ya?" Itulah berbagai pernyataan yang terlontar dari mereka yang merasa gagal saat merintis usaha. Saya pun terus terang pernah mengalami hal yang serupa. Modal habis, hilang begitu saja. Menyesal? Jujur, iya. Tapi, setelah sekian lama saya jalani, dan saya ingat-ingat kembali masa-masa itu, ternyata di sanalah saya mendapat banyak pelajaran.
Beruntung, saya bertemu dengan banyak rekan yang sangat membantu saya. Mereka memang tak membantu dalam bentuk materi berupa uang, namun justru kisah-kisah mereka yang membuat saya jadi merenung, bahwa ternyata sebuah kegagalan dalam berwirausaha itu hanya satu langkah kecil - semacam perploncoan - agar kita kuat mental menghadapi segala tantangan ke depan.
Satu hal yang saya petik dari kejadian tersebut. Bahwa, kita tak kan bisa berkembang bila kita tidak bisa menjalin hubungan baik dengan relasi dan teman-teman. Merekalah yang justru akan jadi tiang pancang yang kokoh saat memulai usaha, bahkan hingga saat usaha telah menjadi besar.
Kekuatan pertemanan, kekuatan relasi, kekuatan koneksi (dalam arti positif), adalah hal paling nyata yang bisa menjadi penguat pondasi kita saat akan memulai usaha. Maka, ketika beberapa orang menjadi lemah karena sebuah kegagalan saat memulai usaha, sebenarnya resepnya sederhana saja. Jika mau terus, bergabunglah dengan berbagai forum wirausaha, baik melalui mailing list, melalui pertemuan resmi maupun tidak resmi, yang kini banyak bertebaran di mana-mana. Sebab, selain bisa saling memotivasi, forum semacam kadang menawarkan sebuah solusi yang kadang nyeleneh namun ampuh.
Satu contoh nyata adalah ketika seorang teman hendak berbisnis bakso. Ia sempat hampir putus asa karena barang dagangannya hampir selalu tidak pernah habis. Walhasil, karena tidak tahan lama, baksonya banyak yang harus dilego, bahkan diberi gratis kepada sekelilingnya. Padahal, dari segi rasa bakso itu tak kalah rasanya dengan bakso konsep waralaba yang ada di beberapa mal.
Saat nyaris putus asa, tanpa sengaja, ia berkenalan dengan seorang pemilik kios di daerah selatan Jakarta. Lokasinya kebetulan dekat sekolah. Pemilik kios itu bingung mau diberdayakan untuk apa kios itu. Dari perkenalan itu, omong punya omong, akhirnya mereka pun sepakat kerja sama untuk memanfaatkan kios itu untuk dagang bakso. Kini, setahu saya, minimal 100 mangkuk dengan harga Rp6000 per porsi habis dalam sehari. Lokasi dekat sekolah perawat dan kantor ternyata cukup menyedot banyak pembeli ke sana. Dan, uniknya, dari nasihat salah seorang teman yang lain, usaha bakso itu dibuat model prasmanan, alias bebas ambil sayur atau kuah sendiri. Kalau mau tambah bakso, tinggal menambah Rp1500 per biji. Dengan cara unik ini, banyak orang yang segera jadi pelanggan tetap teman saya itu.
Saat bertemu beberapa waktu lalu, teman saya yang pedagang bakso itu mengatakan, dia sudah siap mewaralabakan usaha baksonya. Sesuatu konsep yang beberapa waktu lalu ia sendiri tak tahu apa maksud dan caranya. Berkat pergaulan, berkat pertemanan, kini ia mulai bangkit, bahkan berkembang setelah nyaris bangkrut dan putus asa.
Inilah yang saya sebut sebagai judul di atas. Bahwa KKN (baca: kekoncoan alias pertemanan) itu wajib kita miliki. Kalau sudah mulai melangkah menjadi pengusaha, jangan lupa untuk mau bergaul, dengan pelanggan, pembeli, supplier, tukang becak, satpam, tukang parkir, orang besar, orang kecil, yang sudah sukses maupun yang masih memulai, dan siapapun serta di manapun kita berada. Dari merekalah kita bisa memperoleh informasi, apapun bentuknya, yang kadang tanpa kita minta, tanpa kita sangka, bisa menjadi jalan keluar bagi kebuntuan kita kala mengalami kendala. Setuju?
Sumber : andriewongso.com