Sabtu siang minggu lalu saya didatangi oleh beberapa
kawan “seperjuangan”. Kebetulan salah satunya sedang memulai usaha
baru. Kami terlibat sebuah pembicaraan yang cukup menarik.
Sampai akhirnya saya bertanya kepada salah satu dari
kawan saya tersebut tentang berapa keuntungan usaha yang dia dapat dari hasil
penjualan salah satu produknya.
Dia menjawab, “Wah, kalau untuk produk yang itu kecil
mas. Keuntungan usahanya cuman 10 ribu per item. Kompetitor saya yang sudah
lama berjalan saja cuman dapet 20 ribu. Kejarnya harus kuantiti dari hasil
penjualan mas.”
“Diambil nggak orderannya?”, tanya saya. Dia jawab,
“Banyak sih yang telpon mas. Tapi nggak saya ambil.” Waduh, ini bisa jadi
masalah, pikir saya. Kenapa bisa jadi masalah? Pertama, jangan selalu
memandang bisnis itu identik dengan uang atau keuntungan usaha yang
besar.
Jika itu satu-satunya alasan anda menjalankan sebuah
bisnis, kemungkinan besar anda tidak akan behasil. Mengapa? Karena hampir bisa
dipastikan, bulan-bulan atau tahun-tahun pertama anda memulai usaha, anda akan
lebih banyak mengeluarkan uang.
Kedua, dengan kondisi teman saya yang masih “terlalu
dini” dalam bisnis barunya, order dengan jumlah keuntungan usaha yang
kecil tadi bisa ia jadikan buat pengalaman atau curiculum vitae.
Saya selalu menyarankan bahwa suatu perjalanan dimulai
dengan sebuah langkah, dan mulailah dengan langkah yang kecil. Keuntungan usaha
itu tidak hanya berupa materi, tapi bisa juga non materi seperti pengalaman,
pengetahuan bahkan kepuasan pribadi.
Ketiga, anda harus tahu bahwa salah satu kebiasaan
dari smart konsumen adalah “tidak membeli dalam jumlah besar” di awal
pembelian. Mereka cenderung melakukan pembelian coba-coba. Justru dengan
menolak konsumen yang kecil tadi, ia telah kehilangan “database” konsumen.
Jangan pernah remehkan setiap hasil penjualan anda, walaupun kecil.
Nah, database pelanggan inilah yang anda
butuhkan. Memang pada awalnya, keuntungan usaha anda sedikit, seperti contoh
kasus diatas. Tapi setelah itu, anda bisa menggunakan 2 cara
untukmeningkatkan keuntungan usaha anda. Caranya dengan :
1. Up Sell
Anda menawarkan versi produk atau jasa anda yang lebih.
Contohnya, misalkan anda menjual mesin penetas telur kapasitas kecil. Anggap
keuntungan usahanya hanya 10 ribu rupiah lah, persis seperti kasus teman saya
diatas. Setelah si konsumen tadi membeli mesin anda, dia pasti merasakan
manfaat produk anda kan?
Beberapa bulan kemudian, berikan penawaran
menarik kembali dengan versi yang lebih tinggi. Anda bisa
bilang, “Pak, ini ada mesin penetas telur yang kapasitasnya lebih banyak
lho. Lebih ngirit listriknya. Kapasitasnya juga lebih banyak. Kalau
dihitung-hitung, jatuhnya harga lebih murah pak.”Coba kalau anda tidak menerima
order yang kecil tadi. Bisa berabe kan?
2. Cross Sell
Anda menawarkan lebih dari yang konsumen cari. Siapa
dari anda yang pernah makan di restoran cepat saji seperti McDonald’s, KFC atau
Texas Chicken? Ketiga usaha waralaba tersebut punya jurus andalan,
yaitu cross sell, menawarkan produk lain setelah konsumen membeli produk
tertentu.
Anda ingin tahu seperti apa contoh cross
sell mereka? Begini, jika anda hanya membeli ayam goreng saja, dengan
sigap pelayannya akan menawari anda “Kentangnya pak?”. Kemudian dia
menawarkan lagi “Es krimnya nggak sekalian pak?” Kemudian anda
ditawari lagi “Supnya pak? Hangat lho…”.
Dan hebatnya, menurut hasil survei pasar dari
pak Tung Desem Waringin, presentase keberhasilan teknik penawaran seperti
ini mencapai 70 hingga 80%. Dan biaya yang harus anda keluarkan, GRATIS!
Lha kalau anda ikut-ikutan menolak hasil penjualan yang kecil tadi, berapa lagi
omset tambahan yang harus anda lepas karena anda tidak mengambil order yang
kecil tadi?
Poinnya adalah, jangan pernah anda meremehkan konsumen
yang membeli sedikit atau keuntungan usaha yang anda dapat kecil. Yang penting
anda sudah tahu caranya memperbesar pembelian konsumen dari hasi penjualan
anda.
Sekarang, masihkah anda mau menyepelekan pembelian yang
sedikit atau order dengan keuntungan usaha yang sekilas terlihat mepet?