Beberapa waktu lalu di sebuah pengajian, saya bincang-bincang sejenak sebelum acara dimulai dengan salah seorang peserta lain yang datang dari kelurahan sebelah. Dalam kesehariannya, ia dikenal sebagai wirausahawan sebagai mata pencaharian tetapnya. Sepintas ia terlihat berkecukupan dari sisi finansialnya.
Btw dia baru saja menyetor/menyertakan modal 100 juta untuk sebuah koperasi yangbidang usahanya membantu masyarakat untuk membeli kendaraan secara tunai dengan harga yang sangat murah. Kepada saya, ia mempromosikan usahanya jika ingin membeli kendaraan bermotor secara tunai cukup dengan bayar 70% saja melalui koperasinya, tetapi BPKBnya baru diberikan setelah 3 tahun.
Dari penjelasan dia, skenario pembiayaannya sebagai berikut :
Misalnya calon pembeli ingin punya motor seharga 15 juta, cukup membayar 70%nya sebesar 10,5 juta. Oleh koperasinya, uang itu dibelikan motor secara mencicil atas nama sipembeli dengan uang muka 20% (3juta) dan sisanya yang 50% (7,5 juta) digunakan untuk memodali kegiatan lain yang frofitnya sangat tinggo,kemudian keuntungannya dipakai untuk mencicil motor tersebut. Dengan demikian, koperasi dapat membantu sipembeli untuk terbebas dari beban cicilan bulanan sampai lunas dalam 3 tahun.
Sebagai basa-basi, saya menanyakan “kalau koperasi itu gagal dalam menjalankan usahanya dan tidak mampu membayar cicilan motor bagaimana?”. Bapak yang oleh temannya dipanggil Pak Haji ini bilang bahwa bisnis yang dilakukan koperasi itu tidak akan gagal karena didukung oleh relasi dengan orang-orang penting. Ia tidak menyebutkan bidang usaha yang dijalankannya.
Alih-alih tertarik, saya malah mencurigai kalau ini adalah penipuan. Karena kasihan sama Pak haji itu, saya meminta waktu dia sebentar setelah selesai pengajian tersebut dengan pura-pura menunjukkan ketertarikan. Di situ saya saya mengetahui bahwa sesunggunya iapun tidak tahu persisnya mengenai bidang apa yang digarap koperasi itu. Ia ikut menyertakan modal karena ajakan beberapa ustad lain yang ia anggap lebih senior yang juga sudah menginvestasikan uangnya di situ.
Ke Pak Haji itu saya sampaikan logika kecurigaan saya terhadap koperasi tersebut, karena siapapun kalau menemukan bisnis yang menggiurkan tidak akan ngajak-ngajak orang. Modal itu bukan perkara sulit selama dapat membuktikan bahwa bisnis itu berprofit tinggi sehingga tidak mungkin menggalang dana dari orang yang akan membeli motor yang pasti ngurusnya akan jelimet.
Ketika pak haji tampak sepakat dengan pemikiran saya, saya menyarankan beliau untuk segera menarik dana yang sudah ditanamnya secepat mungkin. Sampai artikel ini ditulis, khabarnya pak haji itu masih kesulitan menghubungi pihak koperasi tersebut.
Untuk para pembaca kompasianer, waspadalah terhadap modus bantuan lembaga keuangan untuk pengadaan kendaraan bermotor seperti itu…..
Sumber : kompasiana.com