Beberapa waktu yang lalu, saya pulang ke jakarta usai bertemu
beberapa mitra bisnis di Medan. Di pesawat duduklah seorang lelaki dan
perumpuan yang mirip bapak dan ibu saya, kulitnya telah keriput juga legam
terbakar matahari. Saat itulah pikiran saya menerawang jauh ke masa lalu.
Saat kecil, saya sering menemani bapak ke sawah dan ladang. Saya
ikut bapak menanam padi di sawah dan menanam jagung di ladang. Rumah kami
ditengah hutan Lampung sendirian, atapnya dari ilalang, sedangkan dindingnya
dari bambu yang kami anyam. Pengalaman itu sangat membekas kuat dalam kehidupan
saya.
Diantara pengalaman yang terkesan adalah saat kami menanam
jagung di ladang. Bapak yang melubangi tanah, kemudian saya yang meletakkan
bibit jagung ke dalam tanah sambil menutupnya kembali dengan tanah. Saat
seperti itulah bapak saya sering bertutur, “Jamil, jagung itu harus kau tutup
dengan tanah agar tidak dimakan burung atau ayam hutan. Benih jagung itu
tertutup tanh, dia harus menanggung beban tanah yang menimbunnya. Tetapi karena
kau tutup itulah jagung akan tumbuh kemudian berbuah. Hasilnya bisa kita jual dan kita makan.”
Sambil terus menanam jagung bapak saya melanjutkan ceritanya.
Hidup kita saat ini seperti bibit jagung yang kau tutup tanah, tinggal di
tengah hutan dan susah. Tapi ketahuilah anakku, suatu saat nanti kau akan
tumbuh menghasilkan buah yang enak dimakan. Jadilah kamu bibit yang baik,
bertahan dan bersabarlah atas segala kesulitan yang datang. Saat kau besar
nanti, pasti akan menghasilkan buah yang sangat baik, anakku.
Bila jagung sudah tumbuh nanti, harus kau siram dan pupuk.
Begitu pula hidupmu, anakku. Saat nanti kau sudah besar dan berhasil, kau harus
tetap disiram dan dipupuk. Siramlah kehidupanmu dengan ayat-ayat Al-Quran, agar
kehidupanmu selalu segar. Rendahkanlah dirimu, agar air itu datang
menghampirimu, karena tabiat air mendatangi tempat yang lebih rendah. Pupuklah
kehidupanmu dengan cara bersahabat dan bergaul bersama orang-orang yang sholeh
dan baik. Perlakukan mereka seperti kau memperlakukan saudaramu sendiri.
Kadang-kadang pupuk kandang itu aromanya tak sedap, tetapi itu
menyuburkan tanah tempatmu tumbuh. Nanti, kau akan bertemu dengan teman yang
mengkritik dan menyakitimu, anggaplah itu pupuk kandang buatmu.
Jagung bagi saya, bukan hanya makanan. Ada makna mendalam yang
melekat di dalamnya. Kita harus menjadi benih unggul yang tidak boleh lupa
disiram dan dipupuk agar meghasilkan buah yang berkualitas. Terima kasih
bapakku, akulah benih yang dulu bapak tanam. Semoga aku berbuah sesuai dengan
harapan bapak.
Oleh : Jamil Azzaini
Inspirator Sukses Mulia & Penasehat Yatim Mandiri
Sumber : Majalah Yatim Mandiri Edisi April 2012